Senin, 15 Juni 2015



 CATATAN KULIAH GUE 

                                                                                                                                 Masivan66@yahoo.co.id FANDI ACHMAD




 



  1. Coil Tubing Gas Lift
    Seiring waktu umur minyak akan kehilangan tekanan nya sehingga tidak mampu lagi untuk mengalirkan minyak kepermukaan secara alamiah (Natural Flow). Pada kondisi ini sebagai petroleum engineer seharusnya kita telah mempunyai analaisa apakah sumur ini akan dikembangkan lebih lanjut atau ditinggalkan, mengingat beberapa factor yang harus diperhatikan, yaitu besar cadangan tersisa yang masih mungkin diperoleh, tekanan reservoir, Productivity Index, Fluida reservoir, komplesi sumur, besar biaya investasi, dan lain-lain.
    Di antara beberapa jenis metode Artificial Lift yang ada, salah satu yang sangat populer untuk diterapkan di sumur minyak adalah metode gas lift.
     Prinsip kerja dari teknik ini sangat sederhana, yaitu dengan menginjeksikan gas kedalam sumur melalui annulus antara casing dengan tubing produksi. Gas ini kemudian akan masuk melalui side pocket mandrel (SPM) kedalam tubing produksi. Dengan masuknya gas tadi kedalam tubing dan bescampur dengan minyak didalamnya,
      maka gas tadi akan menurunkan densitas minyak tadi menjadi lebih ringan sehingga akan mampu untuk diproduksikan ke permukaan.
    Permasalahan akan timbul ketika semua faktor saling mendukung bagi si sumur untuk dipasang instalasi gas lift terhadapnya termasuk ketersediaan fasilitas kompresor dan tersedianya cadangan gas yang melimpah, namun kondisi komplesi sumur tadi sendiri yang kurang mendukung. Misalnya sumur-sumur yang dikomplesi dengan sistem monobore, sumur seperti ini tidak mungkin untuk dilakukan instalasi gas lift seperti biasa yang menggunakan SPM sebagai media masuknya gas. Sumur type ini tidak memiliki annulus antara casing dengan tubing produksi, bahkan sumur jenis ini ada yang tidak menggunakan casing, melainkan tubing langsung disemen dengan dinding formasi. Alhasil diperlukan inovasi baru untuk menjawab persoalan ini.
    Coil tubing Gas Lift hadir sebagai solusi yang efektif dan terbukti dapat meningkatkan produksi sumur minyak yang sudah tidak mampu berproduksi secara natural flow. Tidak adanya annulus dalam sumur bukan menjadi suatu hambatan lagi. Dalam teknik gas lift metode ini, gas tidak diinjeksikan melalui SPM. Gas diinjeksikan kedalam sumur melalui coil tubing yang dipasang didalam tubing produksi. Fluida campuran antara minyak dengan gas injeksi akan mengalir keluar melalui annulus baru, yaitu annulus antara tubing produksi dengan coil tubing didalamnya.
    Berikut contoh gambar sumur yang dikomplesi secara monobore dan dipasang instalasi coil tubing gas lift terhadapnya.
     
    Wellsketch sumur monobore + coil tubing gas lift
    Dengan menggunakan teknik ini, gas tetap dapat diinjeksikan kedalam sumur dan tidak adalagi hambatan dalam pelaksanaan gas lift bagi sumur tersebut, tentu saja tetap harus dilakukan beberapa penyesuaian khusus, baik dari sisi perhitungan engineeringnya, maupun dari sisi peralatan dipermukaan.
    Kepala sumur untuk Coil Tubing Gas Lift

     
    TECHNOLOGI LUMPUR PEMBORAN
     Pengantar 
    Lumpur Pemboran (Drilling Fluid, Drilling Mud) merupakan salah satu sarana pentingdalam operasi pemboran sumur-sumur minyak dan gas bumi untuk mencapai target yangdirencaanakan. Ia berupa larutan (suspensi) berbagai bahan kimia dan mineral didalam air atau minyak dengan komposisi tertentu, sehingga nampak seperti lumpur dan karena itudiberi nama lumpur pemboran. Lumpur bor ini bekerja dengan jalan disirkulasikan meng-gunakan pompa lumpur (Mud Pump) yang kuat, masuk kedasar lubang melalui pipa bor dan naik kepermukaan melalui annulus (ruang antara pipa bor dan dinding sumur) sambilmembawa tahi bor (cuttings). Dipermukaan terdaapat tangki-tangki pengendap dan alat-alat pemisah (Solid Control Equipment) untuk memisahkan dan membersihkan lumpur dari cuttings, untuk kemudian disrkulasikan kembali kedalam lubang bor. Tekanan dari pompa oleh lumpur ditransformasikan menjadi energi hydraulik yang dipakai untuk men- jalankan fungsi fungsi external seperti mengankut cutting, membersihkan bit, memutar mud motor dalam pemboran berarah. Disamping itu lumpur juga memiliki potensi energiyang berasal dari bahan-bahan kimia dan mineral yang dikandungnya (potensi fisiko-kimia) untuk menjalankan fungsi internal seperti menigkatkan kekentalan, berat jenis(tekanan hydrostatis), enkapsulasi (mencegah disinegrasi), gel strength (mencegah pengendapan cutting) dsb.
    Fungsi Utama Lumpur Bor 
    1.      Mengangkat cutting dari dalam lubang bor dan mengendapkannya ketika dipermukaan.
    Cutting/kotoran harus diangkat dan dibersihkan dari dasar lubang bor agar mata bor beserta rangkaiannya tidak terjepit akibat penumpukan cutting di dalam lubang. Kemudian cutting tersebut akan diendapkan di settling sump atau bak pengendapan Lumpur yang ada (dibuat) di permukaan tanah.
    2.      Mendinginkan mata bor/bit.
    Salah satu effect dari putaran dan tekanan yang dialami mata bor adalah terjadinya panas. Jika tidak ada pendingin, maka mata bor akan terbakar.
    3.      Meminimalkan gesekan antara pipa bor dengan dinding lubang bor.
     Lumpur pemboran mengisi lubang annulus, yaitu ruangan antara rangkaian pipa bor dengan dinding lubang. Jadi lumpur akan berfungsi sebagai lubrikasi atau pelumas sehingga mengurangi gesekan antara pipa dengan dinding lubang bor.
    4.      Menahan dinding lubang bor agar tidak runtuh.
     Agar dinding lubang bor tidak runtuh maka tekanan lubang bor harus lebih besar dari pada tekanan formasi. Jika tekanan dari formasi lebih besar dari tekanan lubang bor, maka dinding lubang bor akan runtuh (collapse). Lumpur pemboran akan menjaga agar tekanan lubang bor lebih besar dari tekanan formasi.
    5.      Sebagai media informasi.
     Dari sirkulasi & cutting yang keluar, kita bisa mengetahui formasi batuan yang dibor.
    6.      Menahan cutting agar tidak mengendap ke dasar lubang bor ketika sirkulasi berhenti.
     Pada saat sirkulasi berhenti, misalnya saat mengambil inner tube atau menyambung pipa maka Lumpur pemboran akan menahan/menghambat pengendapan kembali kotoran/cutting ke dasar lubang bor. Kecepatan pengendapan cutting ini tergantung dari kekentalan lumpur pemboran, berat jenis cutting dan besar butir cutting tersebut.
     Karakeristik Lumpur Bor 
     Berbagai aditif sengaja ditambahkan kedalam lumpur untuk menghasilkan karakteristik (properties) tertentu yang diperlukan untuk menjalankan fungsinya. Lumpur bor harus bersifat thixotropis yaitu bersifat encer (cair) bila diaduk atau dipompa dan bila adukan/ pompa berhenti lumpur akan membentuk sifat seperti agar-agar (gel). Sifat ini diperlukankalau sirkulasi terhenti karena kerusakan pompa misalnya, cuttings tetap tersangga tidak turun kedasar sumur dan meyebabkan pipa terjepit.Karakteristik utama lumpur yang diperlukan untuk menjalankan fungsinya adalah MudWeight (berat jenis) yang akan memberikan tekanan hydostatis kepada lumpur yang di- perlukan untuk mengimbangi tekanan formasi agar tidak terjadi blow-out ataupun hilangsirkulasi. Untuk itulah ditambahkan Barit sebagai bahan pemberat (weighting materials).Lumpur pemboran juga mempunyai karakeristik filtrasi tertentu dimana bila ia kontak dengan dinding lubang bor sebagian air dari lumpur tersebut akan tersaring menembusdinding tersebut, sedangkan partikel partikel padatnya akan membentuk lapisan tipis(filter cake) yang menempel pada dinding lubang dan mencegah filtrat menembus lebih jauh kedalam formasi. Ini berguna agar dinding lubang tidak mudah gugur karena proses pembasahan.Kekentalan (viscositas ) juga harus dimiliki ole lumpur bor agar ia mampu mengangkutcutting kepermukaan. Gel strength juga merupakan karakteristik lumpur yang pentingyang mempengaruhi kemampuan membersihkan lubang dan mencegah pengendapandrill cuttings kedasar lubang.Kadar padatan (solid content) terutama yang bersifat bentonitik (clay solids) yang berasaldari cutting yang terdispersi kedalam lumpur sangat berpengaruh terhadap kecepatan pemboran, pemakaian pahat, serta waktu pemboran. Solid content secara keseluruhankecuali memperlamabat kecepatan bor, juga merangsang terjadinya jepitan pipa,menaikkan berat jenis yang tidak perlu serta menyebabkan kerusakaan pada formasi.Itulah sebabnya peralatan pebbersih (solim control equipment) seperti shale shaker,desander, desilter harus berfungsi maksimal agar program lumpur dapat berhasil.Dengan kata lain lumpur bor harus memiliki sifat alir (rheologi) dan filtrasi yangdibutuhkan untuk menjalankan fungsinya.
    Type-type Lumpur Pemboran.
    Sesuai dengan lithologi dan stratigrafi yang berbeda-beda untuk setiap lapangan, sertatujuan pemboran yang berbeda-beda (eksplorasi, pengembangan, kerja ulang) kitamengenal type/ sistim lumput yang berbeda-beda pula.seperti:
    1.      Sistim Lumpur Tak Terdispersi (Non Dispersed).Termasuk diantaranya lumpur tajak untuk permukaan dan sumur dangkal dengantreatment yang sangat terbatas.
    2.              Sistim Lumpur Terdispersi untuk sumur yang lebih dalam yang membutuhkan berat jenis yang lebih tinggi atau kondisi lubanh yang problematis. Lumpur perludidispersikan menggunakan dispersant seperti senyawa Lignosulfonat, Ligniteserta Tannin
    3.              Lime Mud (Calcium Treated Mud), sistim Lumpur yang mengandalkan ion-ionCalcium untuk melindungi lapisan formasi shale yang mudah runtuh karena me-nyerap air.
    4.      Sistim Lumpur Air Garam yang mengandalkan larutan garam (NaCl, KCl)) untuk mengurangi pembasahan formasi oleh air.
    5.      Sistim Lumpur Polymer yang mengandalkan polymer-polymer seperti PolyAcrylate, Xanthan Gum, Cellulosa untuk melindungi formasi dan mencegahterlarutnya cuttings kedalam lumpur bor. Sistim ini dapat ditingkatkan kemam- puannya dengan menambahkan daram KCl atau NaCl, sehingga sistim ini disebutSalt Polymer System.
    6.      Oil Base Mud. Untuk membor lapisan formasi yang sangat peka terhadap air,digunakan sistim lumpur yang menggunakan minyak sebagai medium pelarut.Bahan-bahan kimia yang dipakai haruslah dapat larut atau kompatibel denganminyak., berbeda dengan bahan kimia yang larut dalam air. Sistim Lumpur iniSistim Lumpur ini sangat handal melindungi desintefrasi formasi, tahan suhutinggi, akan tetapi kecuali mahal juga kurang ramah lingkungan.
    7.      Sistim Lumpur Synthetis menggunakan fluida sintetis dar jenis ester, ether, dan poly alha olefin, untuk menggantikan minyak sebagai medium pelarut. Lumpur ini sekwaalitas dengan Oil Based Mud, ramah lingkungan, akan tetapi dianggapteralu mahal.
    Bahan Kimia Lumpur 
    Seperti kita ketahui, berbagai aditif berupa bahan kimia (baik yang diproduksi khususuntuk keperluan lumpur pemboran maupun bahan kimia umum) dan mineral dibutuhkanuntuk memberikan karakeristik pada lumpur pemboran. Bahan-bahan tesebut dapatdiklasifikasi sebagai berikut:
    1.                Viscosifiers (bahan pengental) seperti Bentonite, CMC, Attapulgite dan polymer
    2.                Weighting Materials (Pemberat): Barite, Calcium Carbonate, Garam2 terlarut.
    3.                Thinners (Pengencer): Phosphates, Lignosulfonate, Lignite, Poly Acrylate
    4.                Filtrat Reducers : Starch, CMC, PAC, Acrylate, Bentonite, Dispersant
    5.                Lost Circulation Materials : Granular, Flake, Fibrous, Slurries
    6.                Aditif Khusus: Flocculant, Corrosion Control, Defoamer, pH Control, Lubricant
    Majalah World Oil setiap beberapa sekali tahun menerbitkan edisi khusus “DrillingFluids Products Files” yang memuat nama perusahaan, nama bahan kimia lumpur yangdiproduksi serta fungsinya masing-masing dari seluruh Dunia. Dalam Edisi tahun 2000tercatat lebih dari 100 perusahaan dengan ribuan merk dagang produk-produknya.Di Indonesia sebagian produk-produk itu diimport dan sebagian diproduksi dalam negeri.
    Mud Engineering dan Know How
     Nampak dari uraian diatas bahwa untuk membuat program, formulasi serta pengelolaanserta evaluasi performance lumpur pemboran diperlukan pengetahuan dan keahliantersendiri.
     
    Mud Engineering adalah keahlian rekayasa dibidang lumpur pemboran yang berbasisilmu-ilmu geologi, kimia, mekanikan fluida dan perminyakan. Cabang Engineering initelah tumbuh bersama dengan keahlian-keahlian lain dalam industri pemboran minyak dan gas bumi dan proses alih teknologinya ke Indonesia sudah berjaalan sejak tahun tujuh puluhan. Disamping harus merekrut dan mendidik Mud Engineers, prusahaan lumpur  juga harus memiliki laboratorium baik untuk penyiapan program lumpur menggunakan pilot testing, monitoring kwalitas lumpur dilapangan maupun untuk meneliti kwalitas produk-produk yang akan dipakai.Pengetahuan tentang lumpur pemboran bukan hanya harus dikuasai oleh perusahaanLumpur (Service Company) tetapi juga oleh Oil Company serta Drilling Contractor. Perludiketahui bahwa meskipun Mud Company memiliki tangggung jawab yang besar, peralatan seperti Mud Pump, Solid Control Equipment adalah milik dan dioperasikanoleh Drilling Contractor. Program Lumpur dapat gagal apabila kedua pihak tersebut tidak memberikan kerjasama yang cukup.
    Biaya Lumpur (Mud Cost)
    Dibandingkan dengan jumlah biaya keseluruhan sebuah sumur, biaya lumpur hanyalah berkisar sekitar 8 – 10%. Biaya-biaya lain diantaranya:Sewa Menara Bor (Rig RentalCost), Pemakaian Pahat (Bit Cost), Pemakaian Pipa Serubumbung (Casing & TubingCost), Biaya Semen (Cementing Cost), Logging Cost dsb. Namun demikian lumpur dapat memberikan pengaruh sampai 60 – 70% terhadap jumlah biaya tersebut. Formulasi dan penanganan lumpur yang tidak benar dapat mengakibatkan biaya keseluruhan membengkak. Sebagai contoh, kadar padatan (solid content) yang tak terkontrol menyebabkan kendala-kendala sbb:
                                                                                                          
    1.      Merangsang terjadinya stuck pipe (pipa terjepit) sehingga operasi pemboranterhenti dan Rig Rental Cost naik ditambah biaya melepasken jepitan,
    2.      Berat jenis Lumpur naik melebihi yang diperlukan, kemungkinan terjadi lostcirculation yang juga akan menghentikan pemboran, menaikkan Rig Costditambah biaya pengatasannya makan yang cukup besar.
    3.    Kecepatan pemboran rendah, biaya pemakaian pahat (bit Cost) naik.
     Performance Lumpur yang rendah bahkan dapat berakibat fatal, misalnya bila sampaiterjadi blow-out, atau pori-pori formasi tersumbat sehingga sumur tidak dapat diproduksi.
    PENYEMENAN
    Penyemenan pada sumur pemboran adalah suatu proses pencampuran (mixing) dan pendesakan (displacement) bubur semen (slurry) melalui casing sehingga mengalir ke atas melewati annulus di belakang casing sehingga casing terikat ke formasi . Pada umumnya penyemenan bertujuan untuk melekatkan casing pada dinding lubang bor, melindungi casing dari masalah-masalah mekanis sewaktu pemboran berlangsung (seperti torsi yang tinggi dan lain-lain), melindungi casing dari fluida formasi yang bersifat korosif dan untuk memisahkan zona yang lain di belakang casing. Penyemenan merupakan faktor yang paling penting dalam operasi pemboran sehingga dapat mereduksi kemungkinan-kemungkinan permasalahan secara mekanis sewaktu melakukan pemboran pada trayek selanjutnya.
    Menurut alasan dan tujuannya,penyemenan dapat dibagi menjadi dua yaitu: Primary cementing (penyemenan utama) dan secondary cementing (penyemenan yang kedua atau perbaikan). Primary cementing adalah adalah proses penyemanan yang dilakukan pertama kali setelah casing di turunkan ke dalam lubang bor. Sedangkan secondary cementing adalah penyemenan yang dilakukan dikarenakan tidak sempurnanya penyemenan pertama (gagal).
    Penyemenan sumur digolongkan menjadi dua bagian :
    Pertama, primary cementing, yaitu penyemenan pada saat sumur sedang dibuat. Sebelum penyemenan ini dilakukan, casing dipasang dulu sepanjang lubang sumur. Campuran semen (semen + air + aditif) dipompakan ke dalam annulus (ruang/celah antara dua tubular yang berbeda ukuran, bisa casing dengan lubang sumur, bisa casing dengan casing). Fungsi utamanya untuk pengisolasian berbagai macam lapisan formasi sepanjang sumur agar tidak saling berkomunikasi. Fungsi lainnya menahan beban aksial casing dengan casing berikutnya, menyokong casing dan menyokong lubang sumur (borehole).
    Kedua, remedial cementing, yaitu penyemenan pada saat sumurnya sudah jadi. Tujuannya bermacam-macam, bisa untuk mereparasi primary cementing yang kurang sempurna, bisa untuk menutup berbagai macam lubang di dinding sumur yang tidak dikehendaki (misalnya lubang perforasi yang akan disumbat, kebocoran di casing, dsb.), dapat juga untuk menyumbat lubang sumur seluruhnya.
    Semen yang digunakan adalah semen jenis Portland biasa. Dengan mencampurkannya dengan air, jadilah bubur semen (cement slurry). Ditambah dengan berbagai macam aditif, properti semen dapat divariasikan dan dikontrol sesuai yang dikehendaki.
    Semen, air dan bahan aditif dicampur di permukaan dengan memakai peralatan khusus. Sesudah menjadi bubur semen, lalu dipompakan ke dalam sumur melewati casing. Kemudian bubur semen ini didorong dengan cara memompakan fluida lainnya, seringnya lumpur atau air, terus sampai ke dasar sumur, keluar dari ujung casing masuk lewat annulus untuk naik kembali ke permukaan. Diharapkan seluruh atau sebagian dari annulus ini akan terisi oleh bubur semen. Setelah beberapa waktu dan semen sudah mengeras, pemboran bagian sumur yang lebih dalam dapat dilanjutkan.
    Macam-Macam Sistem Primary Cementing
                Terdapat beberapa sistem dalam penyemenan utama, dan itu semua tegantung dari kondisi dan jenis casing yang akan disemen.
    1.    Penyemenan Poor Boy
              Yaitu penyemenan dengan menggunakan Tubing sebagai pengantar Cement Slurry kedalam lubang sumur, biasanya dipakai untuk penyemenan Stove Pipe dan Conductor Casing .Pada Stove Pipe dengan memasang Pipa Tubing pada annulus lubang yang pertama dibor dengan Stove Pipe, sedangkan untuk Conductor Casing dengan memasukkan Pipa Tubing kedalam Casing dan digantung dengan Cementing Head.
    2. Penyemenan Dengan Stinger
                           Yaitu penyemenan dengan menggunakan Stinger dan Drill Pipe (DP), sedangkan Shoe yang dipakai adalah Duplex Shoe. Biasanya dipakai untuk penyemanan Conductor Casing karena Casing ini memiliki ukuran diameter besar sehingga dengan system ini diperlukan volume displace sedikit ( sepanjang DP) dan waktunya lebih cepat
    3    Penyemenan Perkins
    Yaitu penyemenan dengan menggunakan Bottom dan Top Plug,pada ujung Casing dipasang Float Shoe dan Float Collar, sedangkan pada puncak Casing dipasang Plug Container/Cementing Head. Biasanya untuk penyemanan Surface,Intermediate dan Production Casing.
    4      Penyemenan Multi Stage
                Yaitu penyemenan Casing dalam satu trayek dilakukan  lebih dari satu kali  dengan cara bertahap/bertingkat, menggunakan peralatan khusus yaitu DSCC, Plugs khusus, dan Float Collar khusus. Pertimbangan dilakukan penyemenan Multi Stage adalah Casing yang disemen panjang dan atau adanya zona loss pada lubang sumur tersebut. Biasanya untuk penyemenan  Intermediate dan Production Casing.
           Fungsi Semen
                Penyemenan adalah proses pendorongan bubur semen ke dalam casing dan naik ke annulus yang kemudian didiamkan sampai semen tersebut mengeras hingga mempunyai sifat melekat baik terhadap casing maupiun formasi.
                Secara lebih spesifik, fungsi penyemenan dalam suatu pemboran adalah :
    1. Melindungi casing / liner dari tekanan yang dating dari bagian luar casing yang dapat menimbulkan collapse (mengkerut)
    2. Mencegah adanya migrasi fluida yang tidak diinginkan dari satu formasi ke formasi yang lain.
    3. Melindungi casing dari fluida yang bersifat korosif
    Untuk memenuhi Fungsi-fungsi tersebut di atas, maka semen pemboran harus memenuhi beberapa syarat :
    1.      Semen setelah ditempatkan harus mempunyai kekuatan atau strength yang cukup besar dalam waktu tertentu
    2.      Semen harus memberikan daya ikat casing dengan formasi yang cukup baik.
    3.      Semen tidak boleh terkontaminasi dengan fluida formasi ataupun dengan fluida pendorong.
    4.      Semen harus impermeable (permeabilitas harus nol)
    Komposisi Kimia Pembuatan Semen
               Semen yang digunakan dalam industry perminyakan adalah semen Portland, kemudian dikembangkan oleh joseph aspdin tahun 1824. Disebut Portland karena asal mula bahannya berasal dari pulau Portland Inggris. Semen ini termasuk semen hidrolis dalam arti akan mengeras apabila bertemu atau bercampur dengan air. Semen Portland mempunyai 4 komponen mineral utama, yaitu :
    1.Tricalcium silicate (3CaO SiO­2 )
    Dinotasikan sebagai C3S yang dihasilkan dari kombinasi CaO dan SiO2 da merupakan komponen terbanyak dalam Portland semen, sekitar 40-45% untuk semen yang lambat proses pengerasannya, dan 60-65% untuk semen yang cepat proses pengerasannya. Komposisi ini memberikan strength yang terbesar pada awal pengerasan.
    2.Dicalcium Silicate (2CaO SiO2)
    Dinotasikan sebagai C2S yang juga dihasilkan dari kombinasi CaO dan SiO2, memberi pengaruh terhadap strength semen akhir. C2S menghidrasi sangat lambat sehingga tidak berpengaruh dengan setting time semen, tetapi sangat berpengaruh dalam kekuatan semen lanjut dan kadarnya tidak lebih dari 20%.
          3. Tricalcium Aluminate (3CaO Al2 O3 )
    Dinotasikan sebagai C3A yang terbentuk dari reaksi CaO dan AL2O3 kadarnya 15% untuk high early Strength dan 3% untuk terhadap kandungan sulfate, namun berpengaruh terhadap rheologi suspense dan membantu proses pengerasan awal semen.
    4.Tetracalcium Aluminoferrite (4CaO AL2O3 Fe2o3)
    Dinotasikan sebagai C3AF yang terbentuk dari reaksi CaO2Al2O3 dan Fe2O3. Kadarnya tidak boleh lebih dari 24% untuk semen yang tahan terhadap kandungan sulfate tinggi. Penambahan oksida besi yang berlebihan akan menaikan kadar C4AF dan menurunkan kadar C3A dan menurunkan panas hasil reaksi /hidrasi C2S dan C3S.
    Klasifikasi Semen
    API telah melakukan pengklasifikasian semen kedalam beberapa kelas guna mempermudah pemilihan dan penggolongan semen yang akan digunakan, pengklasifikasian ini berdasarkan pada kondisi sumur, temperature, tekanan dan kandungan yang terdapat pada fluida formasi.
                Klasifikasi semen yang dilakukan API terdiri dari:
    Semen kelas A ini digunakan dari kedalaman 0 (permukaan) sampai 6.000 ft. semen ini terdapat dalam tipe biasa (ordinary type) saja, dan mirip dengan semen ASTM C-150 tipe I.
    Semen kelas B digunakan dari kedalaman 0 sampai 6.000 ft, dan tersedia dalam jenis yang tahan terhadap kandungan sulfat menengah dan tinggi (moderate dan high sulfate resistant)
    Semen kelas C digunakan dari kedalaman 0 sampai 6.000 ft, dan mempunyai sifat high-early strength (proses pengerasannya cepat) semen ini tersedia dalam jenis moderate dan high sulfate resistant.
    Semen kelas D digunakan untuk kedalaman dari 6.000 ft sampai 12.000 ft, dan untuk kondisi sumur yang mempunyai tekanan dan temperature tinggi. Semen ini tersedia juga dalam jenis moderate dan high sulfate resistant
    Semen kelas E digunakan untuk kedalaman dari 6.000 ft sampai 14.000 ft, dan untuk kondisi sumur yang mempunyai tekanan dan temperature tinggi. Semen ini tersedia juga dalam jenis moderate dan high sulfate resistant
    Semen kelas F digunakan untuk kedalaman dari 10.000 ft sampai 16.000 ft, dan untuk kondisi sumur yang mempunyai tekanan dan temperature tinggi. Semen ini tersedia dalam jenis high sulfate resistant.
    Semen kelas G digunakan dari kedalaman 0 sampai 8.000 ft, dan merupakan semen dasar. Bila ditambahkan retarder semen ini dapat dipakai untuk sumur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar